Cerpen
Kumpulan Cerita Pendek alias Cerpen Terbaik 2016
Sujiwo Tejo: Sebelum hujan, sedia payung. Sebelum masyarakat main hakin sendiri, mari main hakim bersama.
[...]
Cak Nun: Sunyi dan rasa takut akan mempertemukanmu lebih cepat dengan Allah!
[...]
W.S. Rendra: Engkau harus mengawini aku, meskipun tanpa cinta. Engkau tidak boleh lari. Buah yang kukandung ini kita berdua yang menanamnya.
[...]
W.S. Rendra: Zaman sekarang orang tak menghargai kejantanan lagi. Orang hanya menghargai kelicikan.
[...]
Cak Nun: Marilah kita bercinta pada tempatnya. Kaumencinta itu dan bersedia menerima apa yang mampu kuberikan, sementara aku pun mencintai penderitaanmu.
[...]
W.S. Rendra: Pastor berkata itu dosa. Edi cinta Retno. Pastor tahu itu dan berkata Edi dosa.
[...]
Joko Pinurbo: Buat orang semelankolia saya, membaca puisi sering lebih mujarab dari minum obat dan saya berusaha tidak telat minum puisi sebab akibatnya bisa gawat.
[...]
Emha Ainun Nadjib: Namanya Bambang Suprihatin. Aku tidak tahu apakah orangtuanya bermaksud melatih putranya ini agar tahan terhadap segala keprihatinan. Dan kini apakah mereka mengetahui betapa anaknya lebih dari sekadar berprihatin?
[...]
Emha Ainun Nadjib: Kurang ajar betul gelandangan itu. Aku mengejarnya lebih cepat. Tetapi apakah aku sedang mengejarnya atau justru ia yang menarik kakiku untuk berjalan ke arah yang sama dengannya?
[...]
Emha Ainun Nadjib: Sejak semula Tuhan memang bermaksud melepaskan anak demi anak panah ke seluruh bagian tubuh dan jiwa kita. Kenapa kita mesti memohon agar anak panah itu disimpan saja di pinggang Tuhan. Itu tindakan betina.
[...]
W.S. Rendra: Nenek moyang kita zaman dahulu akan berkata, "Seorang lelaki harus segera bangkit apabila ia jatuh tersungkur, memahami cacat dan kejatuhan diri sendiri memang sangat baik, tetapi lebih mulia lagi kalau ia segera bangkit kembali dan melangkah lagi.
[...]
Sujiwo Tejo: Agama menjadi terkesan galak dan beringas ketika manusia sudah melupakan Sedulur Papat Lima Pancer.
[...]
Emha Ainun Nadjib (Cak Nun): Dagang adalah dagang. Kehidupan adalah keuntungan. Kemajuan ialah merebut peruntungan. Gobloklah siapa pun yang menolak keuntungan, seperti Pak Cendol itu.
[...]
Cak Nun: Sang Bapak mengisap rokok kretek. Menghirup kopi tubruk. Mengisap pentil susu bumi. Mengirup samudra. Glegeken ludahnya Gusti Allah. Yang diisap pentil susu bumi, karena langit dianggap tak punya lagi pentil.
[...]
Seno Gumira Ajidarma: Ikan makan ikan, apakah manusia tidak memakan manusia? Barnabas tidak terlalu peduli apakah ia pernah menjawab pertanyaannya sendiri.
[...]
Putu Wijaya: Heran aku, Ibu ini kok keterlaluan! Pencuri sudah maling jambangan bunga, malah dirawat, dikasih makan dan pakaian, aku disuruh minta maaf lagi. Nanti apa kata tetangga kita?!!!
[...]
W.S. Rendra: Saya mempunyai teman sepemondokan yang bernama Aman, tetapi karena ia seorang peribut maka ada orang memanggilnya "Pengacau", dan karena ia pendek maka ada orang yang menamakannya "si Pendek", kecuali itu karena mukanya penuh dengan jerawat maka ada juga yang menyebutnya "si Jerawat".
[...]
Arswendo Atmowiloto: Sesungguhnyalah suamiku adalah jam dinding, dan aku bahagia jatuh cinta padanya.
[...]
Seno Gumira Ajidarma: Apakah aku, sebagai manusia biasa, masih bisa mencintai kekasihku, jika kekasihku itu telah menjadi komodo?
[...]
Seno Gumira Ajidarma: Ah, pasti dia! Dasar! Apa sih yang tidak ingin ditelannya dari dunia ini? Apakah dia makan rembulan itu?
[...]
Seno Gumira Ajidarma: Aku ingin memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar kata-kata. Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa.
[...]
Djenar Maesa Ayu: Ia ikan yang terbang. Ia burung yang berenang. Dan saya, adalah saksi yang melihat semua itu dengan mata telanjang.
[...]
Djenar Maesa Ayu: Menemui? Tapi untuk apa? Hanya untuk sebuah kenangan, atau adakah yang masih berharga dari ciuman-ciuman masa lalu itu?
[...]
Raditya Dika: Alamatnya: La Bitta-Dorsoduro 2753A, calle lunga, san Barnaba, atau dalam bahasa Indonesia: mampus nyasar dah gue.
[...]
WS Rendra: Di kampung kami, orang sangat berdendam terhadap maling. Dan, maling yang pengkhianat itu dipukuli beramai-ramai. Pecah kepalanya.
[...]
Raditya Dika: Intinya begini: setiap tahunnya ikan salmon akan bermigrasi, melawan arus sungai, berkilometer jauhnya hanya untuk bertelur.
[...]
Raditya Dika: 'ARRRGGHHH! DORAAEMOONNNN UDEELNYAAA KOTORR!!!'
[...]
Raditya Dika: Sama seperti memasukkan barang-barang ke kardus, gue juga harus memasukkan kenangan-kenangan gue dengan orang yang gue sayang ke semacam kardus kecil.
[...]
Kahlil Gibran: Ini adalah balok kayu yang paling hebat. Ia bergerak seperti benda hidup. Tidak ada balok kayu yang seperti ini sebelumnya.
[...]
Kahlil Gibran: Kasihan betul kalian, teman-temanku! Bila kalian temui raja ketika mabuk, pasti ia akan mengabulkan permohonan kalian.
[...]
Kahlil Gibran: Kawan-kawan, lantaran kudaku telah dicuri, kalian berebut memberitahu kesalahan dan cacatku.
[...]
Kahlil Gibran: Betapa anehnya, Anakku, bahwa dua burung yang terhormat ini harus saling menyerang. Tidakkah langit cukup luas untuk mereka berdua?
[...]
Kahlil Gibran: Ya, aku sudah puas, bahkan, aku lelah untuk makan dan minum; tetapi aku takut bahwa esok hari tidak akan ada lagi tanah untuk makan dan lautan untuk minum.
[...]
Kahlil Gibran: Dan aku berbalik ke arah si orang suci dan berkata, "Mengapa kau menuduh dirimu sendiri telah melakukan kejahatan?"
[...]
Kahlil Gibran: Bernyanyilah seekor naga betina yang menjaga tujuh gua di lautan: Dalam bulan sabit aku akan melahirkan Santo George yang memenggalku.
[...]
WS Rendra: Tinggalkan badan anak ini. Saya akan mencintaimu sampai mati. Pergilah! Hapuskanlah kengerianku padamu. Pergi!
[...]
Emha Ainun Nadjib: Nggak ada orang yang memperkosa tapi Mama merasa diperkosa, apakah Mama memang ingin diperkosa?
[...]
WS Rendra: Sekarang kau minta gadisku. Dan, boneka bobrok itu pun saya berikan padamu!
[...]
WS Rendra: Gila! Leher yang begitu indah dan asli tak perlu kalung macam mana pun juga!
[...]
WS Rendra: Lihatlah bagaimana matanya. Begitulah mata seorang ibu. Matanya memancarkan cahaya lembut bantalan.
[...]
Kahlil Gibran: Kau memiliki banyak pecinta, namun hanya aku yang mencintaimu.
[...]
Kahlil Gibran: Aku tidak lain hanyalah sebuah titik dari samudera ini.
[...]
Emha Ainun Nadjib: Biadab! Dasar pelacur. Tidak dikasih tahu urusan orang lantas maki-maki.
[...]
Kahlil Gibran: Aku minta roti atas nama berkah dan cinta, namun manusia tidak memedulikannya. Aku akan mengambilnya atas nama kejahatan!
[...]
Kahlil Gibran: Datanglah, oh kematian yang manis, dan ambillah aku dari tetanggaku yang melihatku sebagai orang asing karena aku menerjemahkan kepada mereka bahasa malaikat.
[...]
Kahlil Gibran: Datanglah padaku dengan mimpi-mimpi yang hadir dalam kepenuhan sadarmu, maka akan aku memberitahumu apa maknanya.
[...]
Kahlil Gibran: Bisakah kau tidak bertiup ke arah lain selain ke wajahku? Kau mengganggu stabilitas yang diberikan Tuhanku.
[...]
Kahlil Gibran: Benarkah arwah musuh bebuyutan Raja Ishana telah merasuk ke dalam tubuh putranya yang baru lahir?
[...]
Kahlil Gibran: Lebih baik aku terbakar dan berubah menjadi abu berwarna putih daripada menderita dalam kegelapan yang menyentuhku atau mengotoriku.
[...]
Sujiwo Tejo: Lihatlah dari antariksa tubuh Gatutkaca yang telah jadi jenazah menukik seperti burung dara jantan ke pasangan betinanya. Bahkan, lebih laju ketimbang pembalap Valentino Rossi.
[...]