Cinta Sejati
Kumpulan Puisi Cinta Sejati 2016.
Wahyu Arsyad: Ia menangis, juga merindukan hari penyesalannya. Hari ia lepas keperawan...
[...]
Norman Adi Satria: Entah rokok atau kamu yang akhirnya membunuhku.
[...]
Norman Adi Satria: Kita butuh benar-benar pikun untuk saling melupakan.
[...]
Norman Adi Satria: Aku bukan keledai! Dan aku mencari lubang itu sekali lagi. Aku ingin jatuh!
[...]
Riska Cania Dewi: Kita berjalan dalam seutas tali yang sama. Jika tali itu putus bagaimana kita bisa bersatu?
[...]
Norman Adi Satria: Bahwa kerut di dahiku adalah bekas memikirkanmu. Bahwa keriput di pipimu adalah sisa senyuman palsu.
[...]
Chairil Anwar: Ketawa diadukannya giginya pada mulut Chairil; dan bertanya: Adakah, adakah kau selalu mesra dan aku bagimu indah?
[...]
Chairil Anwar: Begitulah perempuan! Hanya suatu garis kabur bisa dituliskan dengan pelarian kebuntuan senyuman.
[...]
Joko Pinurbo: Mobil merah di pojok kuburan serupa mobil-mobilan yang dulu hilang. Musik dihidupkan, mata dipejamkan. Di terang sepi kembang jepun bermekaran.
[...]
Norman Adi Satria: Sebagaimana seorang wanita, Ibu tak segan berairmata demi suami yang butuh mengerti bahwa tangis wanita pertanda masih adanya hati.
[...]
Norman Adi Satria: Bisa nggak sih aku "like" kamu berkali-kali pada foto buram kita yang orang lain tak mengerti, padahal kita tengah berciuman dengan bergaya selfie?
[...]
Norman Adi Satria: Kemiskinan yang membuat kami lapar, cinta yang membuat kami kuat kelaparan.
[...]
Wiji Thukul: Aku ini penyair miskin tapi kekasihku cinta. Cinta menuntun kami ke masa depan.
[...]
Norman Adi Satria: Mungkin Ibu tak melihat yang kulihat hingga dia menolakmu. Mungkin pula aku tak melihat yang dilihat Ibu. Lalu apa yang kau lihat, kekasihku?
[...]
Norman Adi Satria: Maukah kau ikut denganku? Untuk diam dan tak kemana-mana.
[...]
Norman Adi Satria: Mas, aku punya kaca. Bolehkah aku pinjam matamu?
[...]
Norman Adi Satria: Sepasar-pasarannya paras istri, masih ada yang bisa disyukuri, yaitu hati.
[...]
Norman Adi Satria: Pokoknya Cerai: Cepat Traktir Aku Siomay! - Alabota: Aku Lagi Bokek Tau..!
[...]
Norman Adi Satria: "Ketiak nenekmu selalu basah karena berjuang mendapatkan cinta Kakek..." ucapnya sambil tertawa, hingga nampak jelas giginya tinggal dua.
[...]
Norman Adi Satria: Bukankah segala yang ada di dalam kebahagiaan abadi tak layak dicatat kerna isinya hanya cengar cengir?
[...]
Chairil Anwar: Tujuh belas tahun kembali. Bersepeda sama gandengan kita jalani ini jalan.
[...]
Norman Adi Satria: Kamu selalu menolak ketika ingin aku jadikan puisi. "Jangan! Nanti aku abadi!"
[...]
Norman Adi Satria: Jujur, saya tidak menyukai puisi Anda, meski dalam puisi Anda ada juga dia.
[...]
Norman Adi Satria: Nyaris mustahil menaruh begitu banyak predikat pada sebuah subjek yang nampaknya lemah tak berdaya dihempas kehilangan.
[...]
WS Rendra: Mamma yang tercinta, akhirnya kutemukan juga jodohku. Seseorang yang bagai kau: sederhana dalam tingkah dan bicara serta sangat menyayangiku.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Ketika jari-jari bunga terbuka mendadak terasa: betapa sengit cinta Kita.
[...]
Norman Adi Satria: Kamu kelihatan tampan hanya karena puisi! Tanpa puisi kamu jelek tahu! Dasar nyebelin!
[...]
Norman Adi Satria: Aku suka ketika kau berbohong, menunduk di hadapanku dan menjawab "Aku baik-baik saja." ketika aku bertanya "Kau kenapa?"
[...]
Norman Adi Satria: Ketika kita memutuskan untuk bersama dalam nama cinta, kita letakkan kedua mata kita di sebuah kotak yang kuncinya kita tenggelamkan ke samudera.
[...]
Norman Adi Satria: Cinta kita yang bisu pertama bertemu dalam kesunyian.
[...]
Norman Adi Satria: Asem, romantisme kok bawa-bawa jelekku segala?
[...]
Norman Adi Satria: Mau ku matikan saja lampu ini
atau ku biarkan menyala? - Tidurlah di sampingku dan keduanya akan sama saja.
[...]
Norman Adi Satria: Kau berhasil membuktikan kata-katamu: "Aku akan tetap bahagia, dengan atau tanpamu." Dan aku berhasil membuktikan kata-kataku: "Aku bahagia bila kau bahagia."
[...]
WS Rendra: Dalam kehidupan yang penuh mata bisul, hatiku meronta ditawan rangkaian mata rantai.
[...]
Norman Adi Satria: Kita takkan mengenang gelinjang di atas ranjang, sayang. Kita tak bicara soal rintih dalam tindih juga peluh maupun pejuh.
[...]
Norman Adi Satria: Rindu tak bisa memaksa atau melarangmu untuk tetap aku.
[...]
Norman Adi Satria: "Sayang, tenang... Akulah putaw-mu.. Kamu tidak butuh lagi barang biadab itu!"
[...]
Ratu berkata, “Aku adalah ibu dari anak—anakku. Dan mereka juga orangtua dari anak—anaknya. Bahkan salah satu cucuku Iebih muda daripada kau.”
[...]
Norman Adi Satria: Biarlah rindu yang telah dewasa itu dengan caranya sendiri merindukanmu.
[...]
Norman Adi Satria: Cintaku sejati atau tidak bukan karenamu. Cinta menjadi sejati karena ulahnya sendiri.
[...]
Norman Adi Satria: Istriku telah menjadi seberkas cahaya, maka dia tak lagi memiliki bayang-bayang.
[...]
(Norman Adi Satria): Hatimu terlalu dingin sampai-sampai ditinggali sekawanan penguin.
[...]
(Norman Adi Satria) : Dalam perjalanan mengarungi samudera ini aku membawa ombakku sendiri, satu-satunya ombak yang berani memberontak kepada arah mata angin,
[...]
(Norman Adi Satria) : Aku mencintainya bukan karena dia cantik. Dia cantik justru karena dia kucintai.
[...]
Norman Adi Satria: Aku tahu itu, istriku, aku diam-diam menghitung lelahmu saat kau lelap dalam tidurmu.
[...]
Norman Adi Satria: Cinta yang hadir begitu saja bahkan sebelum mengenalimu sebagai siapa.
[...]
Norman Adi Satria: Istri saya tak pernah tahu seminggu sebelum kami menikah saya membakar ribuan judul puisi yang bukan tercipta untuknya.
[...]
Norman Adi Satria: Lambat laun, wajah suami istri akan menjadi semakin mirip. Hingga setelah mandi, tak perlu lagi berkaca di depan cermin.
[...]
(Norman Adi Satria) : Aku telah dengar kabar itu dari seekor burung yang dapat dipercaya, burung yang jauh dari dusta bahwa hatimu tumbang, sakit lagi.
[...]
Norman Adi Satria: Aku orang bodoh namun bahagia karena bisa mencintaimu sebelum aku mengerti apa artinya.
[...]