Normantis Update

Lebih Baik Sakit Hati (Daripada Sakit Gigi) – Raditya Dika

Karya: Raditya Dika

Lebih Baik Sakit Hati - Raditya Dika

LEBIH BAIK SAKIT HATI
Karya: Raditya Dika

SETIAP kali gue dengar lirik lagu ‘Daripada sakit gigi lebih baik sakit hati,’ gue selalu teringat dokter gigi. Dan, setiap kali gue bepikir tentang dokter gigi, gue selalu teringat film The Last Exorcism of Emily Rose.

Dalam film The Last Exorcism of Emily Rose, ada adegan orang-orang memegangi tangan dan kaki seorang cewek yang sedang kerasukan di atas tempat tidur. Cewek ini meronta-ronta, menyumpahi semua orang. Tidak berapa lama kemudian, seorang pendeta datang, merapalkan doa, lalu menyipratkan air suci ke muka si cewek. Cewek ini makin menjadi-jadi. Dengan satu entakkan, kakinya terlepas dari pegangan dan dia menendang sang pastor sampai mental ke ujung ruangan. Seperti itu kira-kira apa yang terjadi waktu gue dibawa ke dokter gigi: gue adalah si cewek, pastor adalah dokter gigi, dan orang-orang yang megangin adalah keluarga gue.

Sewaktu masih kecil, gue benar-benar takut ke dokter gigi. Supaya mau ke sana, Nyokap sampai harus menipu gue. Pernah suatu ketika, untuk menjebak gue, Nyokap bilang dengan penuh senyum, ‘Ayok kita ke Dufan’

Karena gue suka jalan-jalan ke Dufan, gue mengikuti Nyokap masuk mobil. Di tengah perjalanan, gue mulai menyadari ada yang tidak beres.

‘Ma, kok kita gak lewat jalan yang biasa ke Dufan?

Nyokap gue melemparkan senyum palsu. ‘Iya, Dika. Ini kita lewat jalan pintas biar lebih cepat ke Dufan’

Sepuluh menit kemudian, mobil kami berhenti di depan plang dokter gigi. Gue mulai merasa ada yang nggak beres. Gue bilang, ‘Ma? Mama boongin aku ya? Ini kok tulisannya ke dokter gigi? Aku mau pulang! Mau pulang!’

‘Enggak, Dika. Dufan sekarang ada di tempat dokter gigi ini. Di dalam ruang dokter itu Istana Boneka-nya.’

‘Oh gituuu,’ kata gue. Ya, sewaktu kecil gue memang anak yang bodoh.

Nyokap menggandeng gue masuk. Dalam penglihatan gue, orang-orang yang ada di depan gue semuanya berwajah muram. Lalu, samar-samar gue mendengar desingan bor. Mampus-lah gue!

Tidak berapa lama kemudian, gue dan Nyokap berada di depan dokter gigi. Dokter giginya laki-laki yang tidak terlalu tua. Dia senyum ngeliatin gue dan langsung menyuruh duduk. Seakan dihipnotis, gue menuruti kemauan dokter gigi tersebut.

Sewaktu gue duduk, gue mulai menyadari ada yang salah. ‘Ma, badut Dufannya kok, gak ada?

‘Maaf, Dika’ Nyokap gue menggeleng. ‘Maaf Mama terpaksa ngelakuin ini’

‘TIDAAAAK!’ Gue, seperti si cewek di film Last Exorcism tadi, meronta-ronta di kursi dokter gigi.

Nyokap melihat ke arah dokter gigi, ‘Dokter, dia tidak bisa diam. Dika! Tenang, Dika! Tenang!’

‘GARRRGHHHIH!’ teriak gue meronta-ronta. Mata gue putih semua. ‘Pegang kakinya, Bu! Suster, pegang tangannya! Jangan menyerahl’ seru dokter gigi sambil terengah-engah.

‘GROOAAKHHAAAHH! GHAAAK MHAOO!’ jerit gue makin keras. TANGAN! GAK MAOOO!’

Pegangan di tangan dan kaki gue makin keras.

‘KENAPAA! APAA INI, APA ITUUE’ Saking capek dan gak tahu mau jerit apa lagi, gue mulai ngawur. ‘ARRRGGHHH! DORAAEMOONNNN UDEELNYAAA KOTORR!!!’

Setelah gue capek kehabisan napas, Nyokap memegang kepala gue. Dia bilang, ‘Maaf, Dika. Kalau gak kayak begini, nanti gigi bolong kamu bisa tambah parah’

‘Mama… Mama,’ kata gue, lemah. Gue lalu terkulai lemas.

‘Suster.’ Dokter gigi mengangguk. ‘Sekarang saatnya. Dia sudah lemah.’

Suster memasukkan alat suction ke mulut gue. Dokter lalu mengambil yang sempat dia taruh kembali dan menyalakannya. Gue masih terengah-engah.

‘Dokter, dia bisa sadar kembali kapan pun.’ Nyokap gue memegang dokter. ‘Cepat. Lakukan sekarang.’

Dokter mengangguk. Ia membuka mulut gue dan sewaktu dia lengah, dengan sisa tenaga yang gue punya… gue gigit jarinya sambil menjerit, ‘AAARGH!’

‘AAAAAH!’ seru si dokter. Dia melepas tangannya dari gigitan gue dan mengibas-ibaskan jarinya.

‘MHUAHAHA!’ seru gue. Lalu, gue meronta kembali. ‘HOAAARGGGH!’

‘Tahan! Tahan badannya!’ jerit Nyokap. Suster kembali menenangkan gue. Setelah pergumulan selama lima belas menit, gue akhirnya lemas kembali. Semua energi tadi gue habiskan untuk satu gigitan terakhir. Sekarang, gue pasrah.

Perlahan-lahan, dokter gigi kembali mendatangi gue, dia membuka mulut gue, dan membor gigi geraham gue yang paling belakang. Selanjutnya, dia menambal gigi bolong gue. Setelah semuanya selesai, dia duduk menghela napas. Nyokap gue melepaskan pegangannya. Gue mengatur napas kembali.

‘Selesai. Semua sudah selesai,’ kata dokter gigi.

BERANI NONTON VIDEO NORMANTIS? KLIK AJA!

KARYA TERBARU

Masukkan alamat Emailmu.

Bergabung dengan 1.782 pelanggan lain

Komentar