Puisi Sindiran
Puisi SIndiran atau Satire Terbaik dan Terbaru 2016.
Wiji Thukul: Bulan malam menggigit batinku. Mulutnya lembut seperti pendeta tua mengulurkan lontaran nasibmu.
[...]
Wiji Thukul: Aku bukan artis pembuat berita, tapi aku memang selalu kabar buruk buat penguasa. Puisiku bukan puisi tapi kata-kata gelap yang berkeringat dan berdesakan mencari jalan.
[...]
Wiji Thukul: Momok hiyong, momok hiyong, berapa ember lagi darah yang ingin kauminum?
[...]
Wiji Thukul: Di udara penguasa seperti Raja Telanjang, tua tambun dan menggelikan.
[...]
Wiji Thukul: Apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka? Ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa?
[...]
Wiji Thukul: Menjadi diri sendiri adalah tindakan subversi di negeri ini. Maka selalu siaga polisi, tentara, hukum dan penjara bagi siapa saja yang menolak menjadi orang lain.
[...]
Norman Adi Satria: Pak Polisi, saya mau melaporkan dia karena telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan yaitu melaporkan saya atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan.
[...]
Sapardi Djoko Damono: "Kenapa aku berada di sini?" tanya kerikil yang goblok itu. Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban
dan malah bertanya kenapa.
[...]
Norman Adi Satria: Sebagian jadi enggan melaut, takut dibilang matre. Sebagian lagi curiga moyang matre kerna ke laut aje.
[...]
Norman Adi Satria: Mantanmu itu memang istimewa ya, aku selalu melihat embun menghiasi pipinya. Pipi yang selalu pagi. Kadang terdengar suara burung bernyanyi.
[...]
Norman Adi Satria: PermotoGPan F1! Perhompimpahan pingsut! Perpoco-pocoan breakdance! Percherrybellean JKT48
[...]
Norman Adi Satria: Kalau perlu hapus saja tanggal 25 Desember dari kalender!
[...]
Norman Adi Satria: Perut ditendang lagi, Ibu bergumam: wah, esok jadi pesepakbola anakku, kencang betul tendangannya.
[...]
Norman Adi Satria: Mentang-mentang Yesus jomblo seumur hidup, lantas kamu jadikan pembelaan atas kejombloanmu.
[...]
Norman Adi Satria: Keromantisan bukan terletak pada apa yang kau perbuat tapi pada kepekaan seseorang yang padanya kau melakukan perbuatan.
[...]
Norman Adi Satria: Ternyata babi adalah binatang yang paling baik karena bukan cuma berani kotor, dia takut bersih.
[...]
Norman Adi Satria: Puisi memang air jernih yang menyejukkan, puisi bukan air kobokan untuk mencuci tangan.
[...]
Wiji Thukul: Jangan lupa, kekasihku. Jika kau ditanya siapa mertuamu, jawablah: yang menarik becak itu. Itu bapakmu, kekasihku.
[...]
Norman Adi Satria: Melihat orang kaya raya buang sampah sembarangan dari jendela mobilnya, aku sontak berpikir: apakah ia menjadi kaya bukan karena atitude?
[...]
Norman Adi Satria: Jangankan anak-anak, kulkas, tv, mesin cuci, setrika, bpkb motor, handphone china, dan cincin kawin pun kami sekolahkan, setinggi-tingginya.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Dalam setiap diri kita, berjaga-jaga segerombolan serigala. Entah kena sawan apa, rombongan sulap itu membakar kota sebagai permainannya.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Kau ini sebenarnya sang pemburu atau hewan yang luka itu?
[...]
Norman Adi Satria: Biar mampus! Makanya, jalani kodrat dengan tanpa syarat! Jika tidak, bersiaplah dilaknat!
[...]
Norman Adi Satria: Tahu bahwa manusia bakal rakus maka Tuhan menciptakan giginya begini: delapan gigi depannya gigi kelinci, di sampingnya empat taring macan, di bagian belakang berderet gigi sapi.
[...]
Norman Adi Satria: Wanita cengangas-cengenges itu bukan wanita seutuhnya. Wanita butuh menangis!
[...]
Norman Adi Satria: Besok kita panggil orang-orang yang teraniaya untuk berdoa saja, Pak. Doanya katanya lebih mujarab lagi! Ampuh!
[...]
Norman Adi Satria: Mbah Hukum, sudah dipalu berkali-kali, meja keadilannya kok goyang lagi goyang lagi? Opo sudah reyot? Opo mesti diganti?
[...]
Norman Adi Satria: Kutulis sajak ini kepada para teroris untuk menyuratkan satu pertanyaan saja: kitab suci mana yang telah kau baca?
[...]
Wiji Thukul: Puskesmas itu demokratis sekali, pikirku: sakit gigi, sakit mata, mencret, kurapan, demam, tak bisa tidur, semua disuntik dengan obat yang sama.
[...]
Norman Adi Satria: Ah, mantan. Jika takut CLBK dan balikan, haruskah kita saling bermusuhan?
[...]
W.S. Rendra: Dan kita disini bertanya: “Maksud baik saudara untuk siapa? Saudara berdiri di pihak yang mana?”
[...]
Norman Adi Satria: Kartini adalah pemberontak atas istiadat moyang! Kartini telah menjadi moyang atas leluri baru!
[...]
Norman Adi Satria: Hengkangnya Iblis dan sepertiga malaikat menjadi pertanda bahwa surga tak menjamin pribadi yang abadi memiliki kesalehan yang abadi pula.
[...]
Joko Pinurbo: Biar kutabung airmataku buat hari tua. Bila kelak aku meninggal, kalian bisa memandikan jenazahku dengan tabungan airmataku.
[...]
Norman Adi Satria: Ketika itu Tuhan hadir apa adanya. Kita bingung menyaksikan makna tanpa balutan apa-apa.
[...]
Wiji Thukul: Jangan takut lapar, nak! Kota adalah gudang pangan, bebas digenggam siapa pun yang tega hati.
[...]
Wiji Thukul: Kota ini milik kalian, kecuali gedung-gedung tembok pagar besi itu: jangan!
[...]
Wiji Thukul: Hari ini aku mimpi buruk lagi: seekor burung kecil menanti induknya di dalam sarangnya yang gemeretak dimakan sapi.
[...]
Wiji Thukul: Tengah malam biji karambol gemetar itu berdebar-debar menebak kapan datang tangan itu menyentil tubuhnya.
[...]
Wiji Thukul: Sajak ini mengajakmu tamasya ke rumah sakit, menikmati sunyi.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu -- alangkah indahnya!
[...]
Wiji Thukul: Seorang kawan kita mati terkapar. Mati ditembak, mayatnya dibuang. Kepalanya koyak, darahnya mengental dalam selokan.
[...]
WS Rendra: Kita telah dikuasai satu mimpi untuk menjadi orang lain. Kita telah menjadi asing di tanah leluhur sendiri.
[...]
WS Rendra: Menghisap sebatang lisong, melihat Indonesia Raya, mendengar 130 juta rakyat, dan di langit dua tiga cukong mengangkang, berak di atas kepala mereka.
[...]
Goenawan Mohamad: Si sulung hilang. Empat saudara kandungnya hanya pernah mengirimkan sebuah kalimat, “Mak, kami hanya pengkhianat.”
[...]
Norman Adi Satria: Hati siapakah itu, terlilit usus ditusuk bambu, terhidang di sebelah sayur asem, teri kacang, sambel goreng terasi, krupuk kulit dan teh tawar panas?
[...]
Joko Pinurbo: Musuh utama lupa ialah kapan. Teman terbaik lupa ialah kapan-kapan.
[...]
Osram: Sapi kurus kering jangan keburu diperah. Ambil sabit carikan dulu rumput baginya!
[...]
Norman Adi Satria: Dasar penyair goblok! Kumbang jantan itu pasangannya bukan bunga namun kumbang betina!
[...]
Wiji Thukul: Derita sudah naik seleher. Kau menindas sampai di luar batas.
[...]