Puisi Kiriman Pembaca
Kumpulan Puisi terbaik kiriman pembaca setia normantis.com. Ingin karya Anda diterbitkan di normantis.com? Kirim naskah terbaik anda ke: puisinormantis@gmail.com
Wahyu Arsyad: Ia menangis, juga merindukan hari penyesalannya. Hari ia lepas keperawan...
[...]
Yanwi Mudrikah: Cukup! Tak usah kau bicara soal kalender.
[...]
Yanwi Mudrikah: Ketika menikah itu (bukan) takdir, kenapa harus khawatir?
[...]
Wahyu Arsyad: Pada ke-Good Boy-an ku, aku mencoba menjadi Bad Boy.
[...]
La Ode Muhammad Jannatun: Sebelum lupamu benar-benar berlalu. Sebelum akhirnya namaku menjadi abu.
[...]
Nuriman N. Bayan: Kau adalah puisi, yang tak sempat kutulis dari sekian imaji yang tumpah dalam sajak.
[...]
Indra Lesmana: Meskipun terluka berpuluh kali aku akan tetap seperti ini padamu. Namun jangan sampai otakmu punah dibuatnya.
[...]
Kiaara: Selamat malam, bulanku, muara sajak tertimbunku. Detik ini, percayamu berjeda. Pun percayaku jadi angkara.
[...]
Wahyu Pamungkas: Merk kadang tak sesuai dengan isinya gaess. Seperti kingkong dengan obat nyamuknya. Beruang dengan susu sapinya.
[...]
Wahyu Arsyad: Darinya... Sudah banyak yang menetas. Mulai dari orang bangsat, orang biasa, orang kaya, orang rindu, orang cinta. Penyair...
[...]
Anja Oktovano: Aku menyangkal teori bumi datar. Benarkan bumi bulat pun aku tak rela, Imagiku menyatakan bumi segitiga sama kaki.
[...]
Wahyu Arsyad: Semenjak kita berbagi racun ribuan tahun yang lalu hatiku telah mati!
[...]
Riska Cania Dewi: Setiap kali denting Lonceng berbunyi ku kira itu kau . Tapi ternyata hanya halusinasiku. Menunggumu seperti tiada henti.
[...]
Maya Dara Regina: Dikau simpan ikan bagai Adam menyimpan rasa.
[...]
Muhammad Wildan Basri: Di kota ini semua sama, tak ada beda, permadani dikuasai pendosa, permadani dikontrol pencari surga.
[...]
Apin Suryadi: Lupa diri adalah pemberontakan kepada Tuhan.
[...]
Siti Rohmah Dani: Semoga nisan tetap bersabar menantiku bernama diatasnya dan menari sambil berlari di bawahnya.
[...]
Iip S. Huda: Aku Rindu ... Ketika adzan maghrib berkumandang memanggilku pulang. Pakaian lusuh dengan sandal putus kutenteng menyusuri jalan.
[...]
Widjayanti Ning Tyas: Mereka terus menerka tanya. Apakah harga BBM naik lagi? Risau orang miskin memecah sunyi.
[...]
Maya Dara Regina: Biarkan aku mencintaimu lewat angin yang mengudara tanpa suara. Hening, sebisu luka yang masih menganga.
[...]
Muhammad Lutfi: Tenggelamlah dalam pilu kelabu. Aku menyerahkanmu. Membiarkanmu menjadi bagian dari usang.
[...]
Riska Cania Dewi: Kita berjalan dalam seutas tali yang sama. Jika tali itu putus bagaimana kita bisa bersatu?
[...]
Riska Cania Dewi: Bahagia di atas penderitaan. Seperti apa? Seperti saatku mengandung calon putri kerajaan.
[...]
Saf Rin Karim: Ketika Ramadan tiba, pencela jadi pencerah, pencuri jadi pemberi, pemarah jadi peramah, perusuh jadi pemalu.
[...]
Riska Cania Dewi: Kau hanya menelan sebutir garam dibandingkan dengan sosok sehelai rambut putih.
[...]
Saf Rin Karim: Karena aku bukan pilihan dan kamu bukan pikiran.
[...]
Saf Rin Karim: Aku lebih suka ibu mengutuki aku, dari pada ibu mendoakan aku. Itu karena lebih cepat Tuhan menjawab kutukan ibu dari pada doa ibu.
[...]
Aniva Kusumawardani: Anda tetaplah sama seperti awal rasa hadir. Ketetapan yang sederhana, dan namamu terus terukir.
[...]
Riska Cania Dewi: Ku panggil merpati menyampaikan salam rindu dari anakmu untuk ayah tercinta.
[...]
Siti Nurmala: Andai bumi mampu bersosialisasi, mungkin saat ini sedang sibuk menjalani persidangan bersama para pejabat negeri, mencurahkan isi hati tentang penderitaannya selama ini.
[...]
Aniva Kusuma Wardani: Jarak sudah abadikan rindu sampai tak ada lagi celah. Mengingatmu seperti tugasku ketika rindu tak pernah lelah.
[...]
Saf Rin Karim: Mungkin langit sedang sendu atau mataku yang kelilipan rindu.
[...]
Saf Rin Karim: Karna hanya di mataku mendung selalu mampu merintik beribu sendu.
[...]
Riska Cania Dewi: Mawar yang pergi kini kembali, mengunjungi tangan yang dulu menggenggamnya. Terimakasih kau telah sudi bertanya tentang bagaimana kabar tangan ini?
[...]
Saf Rin Karim: Dan kau terjerembap di dunia yang kian biadab di mana hidup tak harus beradab, untuk memaki kau tak perlu sebab.
[...]
Mohammad Sya'roni: Ku takkan menyerah mengejar mimpi walau badai kehidupan melempar diri ini ke lautan putus asa dan malas diri.
[...]
Riska Cania Dewi: Maafkan aku hati. Sayapku telah patah. Angin hitam telah mematahkannya.
[...]
Angga Pradipta: Selembar kertas kosong gambar awal kisah, di mana hanya akan ada tanda tanya yang silih berganti di setiap baitnya, dan untuk bercak yang tidak akan pernah hilang.
[...]
Riska Cania Dewi: Hasrat ingin bertemu namun terhalang pagar besi. Mengapa ? Karna kita masih dalam ikatan haram.
[...]
Fania Eva Saputri: Apakah mereka sampah Negara? Atau tikus-tikus pemakan sumberdaya?
[...]
Devi Ardiyanti: Kuingin membencimu seutuhnya. Kuingin meluapkan kekesalan yang telah lama bersemayam agar tertawa sampai membekas.
[...]
Angga Pradipta: Haruskah kubalaskan dengan senyuman menyayat, meski tak kan pernah terungkapkan?
[...]
Budi Lengket: Di kening malam mata terpejam menatap sunyi. Di balik ranting malam lelaki tuna menyeret luka.
[...]
Nyi Galuh: Menghambakan diri kepada dilema, dan terpuruklah mimpi di jahanam durja, apakah ia binasa?
[...]
Titi Aoska: Terima kasih, aku bersyukur menjadi kata, kalimat dan makna.
[...]
Nyi Galuh: Sebab malam lalu telah kuteguk keringat purnama dengan gairah, yang kuperas dari pasi biasnya hingga jelaga pun pasrah.
[...]
Titi Aoska: Neraka datang lebih cepat. Anakku mati!! Anakku mati!!!
[...]
Titi Aoska: Kapan kita bicara Vodka tanpa mabuk dan melulu cinta?
[...]
Budi Lengket: Antara Plengkung Gading dan Pojok Benteng. Dan sekantung rindu yang kutenteng. Ingin segera kuserah saja cinta sederhana di sudut Jogja.
[...]
Budi Lengket: Kita pernah berjanji di aquarium itu kita sembunyi dari belenggu kenyataan, selembar hidup dipersetankan.
[...]