Norman Adi Satria
Kumpulan Puisi Terbaik Norman Adi Satria.
Norman Adi Satria: Miris, teramat miris. Minuman keras yang Kartini harapkan takkan menjangkiti kaum Bumiputra justru diduga sebagai penyebab kematiannya. Kartini tewas 4 hari pasca melahirkan putra tunggalnya, Soesalit Djojoadiningrat. Di hari keempat pasca melahirkan itulah, Kartini diajak minum anggur oleh dokter yang membantu persalinannya, Dr. van Ravesten, sebagai tanda perpisahan.
[...]
Norman Adi Satria: Di zaman Herodes hadirat Tuhan mewujud anak seorang dara. Banyak yang menghujat: masa Tuhan manusia, anak haram pula?
[...]
Norman Adi Satria: Mantanku seekor kupu-kupu. Kupacari ia saat masih ulat bulu.
[...]
Norman Adi Satria: Pak Polisi, saya mau melaporkan dia karena telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan yaitu melaporkan saya atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan.
[...]
Norman Adi Satria: Kukira kitalah yang dikoyak-koyak sepi tapi tak mampus-mampus sampai detik ini.
[...]
Norman Adi Satria: Sebagian jadi enggan melaut, takut dibilang matre. Sebagian lagi curiga moyang matre kerna ke laut aje.
[...]
Norman Adi Satria: Mantanmu itu memang istimewa ya, aku selalu melihat embun menghiasi pipinya. Pipi yang selalu pagi. Kadang terdengar suara burung bernyanyi.
[...]
Norman Adi Satria: PermotoGPan F1! Perhompimpahan pingsut! Perpoco-pocoan breakdance! Percherrybellean JKT48
[...]
Norman Adi Satria: Orang Jawa memang suka merendah, tapi jangan coba-coba merendahkannya.
[...]
Norman Adi Satria: Aku masih merah putih, belum jua menyerah memperjuangkanmu, wahai jodoh masa depan!
[...]
Norman Adi Satria: Lihat perang itu! Bukankah itu upaya menciptakan hening?
[...]
Norman Adi Satria: Kalau perlu hapus saja tanggal 25 Desember dari kalender!
[...]
Norman Adi Satria: Perut ditendang lagi, Ibu bergumam: wah, esok jadi pesepakbola anakku, kencang betul tendangannya.
[...]
Norman Adi Satria: Mentang-mentang Yesus jomblo seumur hidup, lantas kamu jadikan pembelaan atas kejombloanmu.
[...]
Norman Adi Satria: Ke sebuah hati rinduku akan pulang. Rindu yang makin gendut kebanyakan makan jarak dan perpisahan.
[...]
Norman Adi Satria: Keromantisan bukan terletak pada apa yang kau perbuat tapi pada kepekaan seseorang yang padanya kau melakukan perbuatan.
[...]
Norman Adi Satria: “Merah darahku, putih tulangku!” Teriakkan itu, rasakan kibarnya di sekujur raga jiwamu.
[...]
Norman Adi Satria: Sungguh tidak arif memeteraikan sepenggal sejarah di bahu para pembaharu; meyakini darah selamanya mengandung kutuk turun temurun dari leluhur.
[...]
Norman Adi Satria: Entah rokok atau kamu yang akhirnya membunuhku.
[...]
Norman Adi Satria: Entah apakah suatu saat kelak foto itu bakal di pajang pada bungkus rokok dengan embel-embel tulisan "Rokok Membunuh Chairil" atau tidak.
[...]
Norman Adi Satria: Kita butuh benar-benar pikun untuk saling melupakan.
[...]
Norman Adi Satria: Chairil harus berkompromi dengan "hasrat"-nya. Kalau meminjam istilah Sapardi Djoko Damono, Chairil harus "bilang begini, maksudnya begitu".
[...]
Norman Adi Satria: Ternyata babi adalah binatang yang paling baik karena bukan cuma berani kotor, dia takut bersih.
[...]
Norman Adi Satria: Apakah anak manusia memang mesti begitu, di tiap zaman ingin tampil semakin berbeda, hanya demi kian jauh dari bayang-bayang anak monyet yang katanya masih sanak keluarga?
[...]
Norman Adi Satria: Puisi memang air jernih yang menyejukkan, puisi bukan air kobokan untuk mencuci tangan.
[...]
Norman Adi Satria: Ia pernah menjadi es lilin, kini mencair ditinggalkan dingin.
[...]
Norman Adi Satria: Melihat orang kaya raya buang sampah sembarangan dari jendela mobilnya, aku sontak berpikir: apakah ia menjadi kaya bukan karena atitude?
[...]
Norman Adi Satria: Jangankan anak-anak, kulkas, tv, mesin cuci, setrika, bpkb motor, handphone china, dan cincin kawin pun kami sekolahkan, setinggi-tingginya.
[...]
Norman Adi Satria: Tuhan memang menciptakan segala sesuatu baik, tapi segala sesuatu diciptakan bukan semuanya untuk kamu makan...
[...]
Norman Adi Satria: Dengar, ya! Kamu boleh romantis, tapi jangan merusak lingkungan! Kertas ini terbuat dari pohon! Dan sungai ini bisa cemar oleh gombalanmu!
[...]
Norman Adi Satria: Ia membuka laci gerobaknya, dua lembar duit merah bergambar perahu layar menyapa. "Masih jauh untuk menuju Pak Harto, Nak." ucapnya.
[...]
Norman Adi Satria: Apakah jalanan telah menghinakan kami? Apakah memusnahkan kami memuliakanmu?
[...]
Norman Adi Satria: Dalam alam khayal, kamu sempurna. Pada kenyataannya, kamu adalah kesempurnaan yang lain.
[...]
Norman Adi Satria: Setiap kali namamu kusapa, kau selalu menjawab: dalem dan selalu kulanjutkan: banget.
[...]
Norman Adi Satria: Setelah Yesus mati, tiada yang tahu
apakah Herodes mendadak kepo menanyai orang-orang
tentang perkataan-perkataan Almasih selagi hidup atau tidak sama sekali.
[...]
Norman Adi Satria: Sesiapa yang sekedar jadi binatang, meski sejalang-jalangnya, biarpun dikoyak sepi sesepi-sepinya, belum layak mati bergelar pujangga!
[...]
Norman Adi Satria: Aku bukan keledai! Dan aku mencari lubang itu sekali lagi. Aku ingin jatuh!
[...]
Norman Adi Satria: Ketika seorang Kristen mengucapkan selamat Idul Fitri bukan berarti ia ingin suatu saat kelak dibalas ucapan Natal tapi kerna Kristen tahu pula bagaimana rasanya berpuasa.
[...]
Norman Adi Satria: Biar mampus! Makanya, jalani kodrat dengan tanpa syarat! Jika tidak, bersiaplah dilaknat!
[...]
Norman Adi Satria: Tahu bahwa manusia bakal rakus maka Tuhan menciptakan giginya begini: delapan gigi depannya gigi kelinci, di sampingnya empat taring macan, di bagian belakang berderet gigi sapi.
[...]
Norman Adi Satria: Dengan rasa penasaran pemuda itu selalu mengamati hujan yang turun di setiap bulan demi membuktikan apakah Sapardi yang sok tahu atau dirinyalah yang masih lugu.
[...]
Norman Adi Satria: Luka terpedih bukan di sekujur tubuh yang tercambuk, bukan di kepala yang dimahkotai duri tertusuk, bukan di tangan dan kaki yang terpaku di tiang busuk.
[...]
Norman Adi Satria: Wanita cengangas-cengenges itu bukan wanita seutuhnya. Wanita butuh menangis!
[...]
Norman Adi Satria: Happy atau tidak happy tergantung pada sebuah keputusan, bukan pada sebuah ending.
[...]
Norman Adi Satria: Hatinya masygul terkenang seucap nasihat: "Jangan pernah pilah-pilih pantat, ia mulia ketika bersalat." Ia terkenang tukang kayu bersujud berdoa, meninggikan pantat, merendahkan kepala.
[...]
Norman Adi Satria: Pacar baruku merayuku dengan puisimu!
[...]
Norman Adi Satria: Ia mungkin masih memiliki pantai yang sama, tapi ombak selalu berganti, entah dimana kini ombak yang dulu menyapu dua pasang jejak sejoli.
[...]
Norman Adi Satria: Sepanjang malam mengisi insomnia dengan mengamati biji. "Jadi imanku tak sebesar biji ini? Pantas saja doi disuruh tetap tinggal malah pindah ke lain hati."
[...]
Norman Adi Satria: Bendera mengingatkan kami pada Yesus, di tiang salib. Merah darahnya, putih tulangnya menganga.
[...]
Norman Adi Satria: Besok kita panggil orang-orang yang teraniaya untuk berdoa saja, Pak. Doanya katanya lebih mujarab lagi! Ampuh!
[...]